Thursday, February 16, 2012

Pustakawan Harus Profesional

Desakan perkembangan zaman nampaknya telah membuat masyarakat semakin kritis. Mereka pun menuntut untuk peningkatan mutu lembaga penyelenggara pendidikan. Menjawab tuntutan tersebut, Selasa (14/2) UNS dan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) menggelar acara Temu Ilmiah dan Rapat Kerja Ikatan Pustakawan Indonesia Kota Surakarta tahun 2012 dengan tema 'Menuju Profesionalisme Pustakawan di Era Teknologi Informasi'.

'Menjadi pustakawan itu panggilan hidup atau kecelakaan?' pertanyaan itu dilontarkan Ketua Tim Pengembangan Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sri Rohyanti Zulaikha. Pertanyaan tersebut sontak membuat peserta yang hampir seluruhnya adalah tenaga perpustakaan itu riuh. Sri Rohyanti mengungkapkan keprihatinannya tentang persepsi masyarakat awam mengenai pustakawan yang hanya dianggap sebagai penjaga perpustakaan. 'Betapa yang namanya pustakawan itu memang di Indonesia sudah diklaim menjadi sebuah profesi, yang sudah ada di AD/ART IPI,' imbuhnya.

IPI merupakan organisasi profesi, sehingga anggotanya pun tidak boleh malu-malu. Resolusi tahun 2012 ini, Sri Rohyanti mengemukakan keinginannya agar pustakawan Indonesia memiliki kepercayaan diri. 'Bagaimana menjadi percaya diri, semangat, optimis untuk menunjukkan ini lho pustakawan,' tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Sri Rohyanti berulangkali menyebut istilah 'profesionalisme'. Menurutnya, Landasan profesionalitas harus mencakup 3 indikator, yaitu pengetahuan, sikap, dan kinerja. Landasan lain bagi professional adalah organisasi dan etika profesi.

Dalam acara yang diadakan di Ruang Seminar Perpustakaan Pusat UNS tersebut, juga dibicarakan subtema kedua yaitu mengenai Peran dan Karakteristik Pustakawan di Era Digital Library yang disampaikan oleh Kepala UPT Perpustakaan UNS, Widodo.

Menurut Widodo, seiring dengan perkembangan teknologi informasi dengan digital library nya, masyarakat menuntut agar informasi dapat diperoleh dengan mudah, murah, cepat, berkualitas, tepat dan akurat dalam berbagai kemasan. Hal ini menimbulkan kesan bahwa layanan perpustakaan secara tradisional yang mengedepankan fisik dan jam buka untuk pengunjung dianggap kurang perlu dalam Digital library.

Dengan Digital library, peran pustakawan bergeser dari suatu penekanan memperoleh, mengolah, memelihara, menyimpan dan melayankan informasi ke suatu penekanan mengajar, memberikan konsultasi, meneliti, memelihara akses informasi yang demokratis, dan bekerja sama dengan ahli komputer dan ilmuwan dalam mendesain dan memelihara sistem akses informasi.

Sumber: uns.ac.id