Informasi
itu bermakna serangkaian simbol yang dimaknai sebagai pesan, direkam
sebagai tanda, atau dikirm laiknya sinyal. Dialah semacam kejadian yang
berdampak pada sifat sebuah sistem dinamika. Secara konseptual,
informasi merupakan pesan (ucapan atau ekspresi) yang disampaikan.
Konsep ini punya banyak makna bergantung konteksnya .
Namun demikian kamus Meriam-Webster memberikan batasan bahwa informasi itu pengetahuan yang Anda dapatkan tentang seseorang atau sesuatu: fakta atau rinci sebuah subjek. Semantara informasi sudah sejak dulu mempunyai fungsi penting terhadap kehidupan manusia Informasi mendorong masyarakat meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
Dalam kehidupan yang sudah maju saat ini, perpustakaan tampil dengan memainkan peran pelayanan penyebaran informasi, pelestarian budaya, dan melakukan kegiatan yang bermanfaat pada kehidupan sosial dan intelektual para pemustaka. Salah satu diantara pelayanan itu adalah kemas ulang informasi, bahwa pelayanan ini merupakan jawaban dari tanggapan terhadap kemajuan teknologi dan ledakan informasi.
Namun demikian kamus Meriam-Webster memberikan batasan bahwa informasi itu pengetahuan yang Anda dapatkan tentang seseorang atau sesuatu: fakta atau rinci sebuah subjek. Semantara informasi sudah sejak dulu mempunyai fungsi penting terhadap kehidupan manusia Informasi mendorong masyarakat meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
Dalam kehidupan yang sudah maju saat ini, perpustakaan tampil dengan memainkan peran pelayanan penyebaran informasi, pelestarian budaya, dan melakukan kegiatan yang bermanfaat pada kehidupan sosial dan intelektual para pemustaka. Salah satu diantara pelayanan itu adalah kemas ulang informasi, bahwa pelayanan ini merupakan jawaban dari tanggapan terhadap kemajuan teknologi dan ledakan informasi.
I. Sifat Informasi
Untuk melaksanakan tugasnya dalam membuat kemasan informasi seorang pustakawan perlu mengenal sifat, bentuk dan siklus informasi, sehingga pengetahuan ini dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan informasi dan mengevalusi sumber informasi yang kita tangani. Misalnya pemustaka kita memerlukan informasi berupa fakta atau berupa analisis kritis, atau kita memberikan informasi yang tidak memihak dari seseorang, atau mungkin memerlukan informasi terkini untuk menjawab persoalan yang mereka hadapi, atau sebaliknya atau mereka membutuhkan informasi historis. Sementara itu lokasi untuk menemukan informasi, bergantung pada jenis informasi yang mereka perlukan.
Untuk melaksanakan tugasnya dalam membuat kemasan informasi seorang pustakawan perlu mengenal sifat, bentuk dan siklus informasi, sehingga pengetahuan ini dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan informasi dan mengevalusi sumber informasi yang kita tangani. Misalnya pemustaka kita memerlukan informasi berupa fakta atau berupa analisis kritis, atau kita memberikan informasi yang tidak memihak dari seseorang, atau mungkin memerlukan informasi terkini untuk menjawab persoalan yang mereka hadapi, atau sebaliknya atau mereka membutuhkan informasi historis. Sementara itu lokasi untuk menemukan informasi, bergantung pada jenis informasi yang mereka perlukan.
a. Faktual vs analitik
Informasi faktual itu singkat selalu menjawab pertanyaan spesifik dengan jawaban yang tidak terbantahkan . Sumber informasi faktual itu berupa ensiklopedia, statistik atau almanak. Sementara informasi analitik menganalisis dan menerjemahkan fakta dari suatu pendapat atau kesimpulan. Pertanyaan yang dijawab dengan informasi adalah mengapa, atau bagaimana. Contoh-contoh sumber informai analitik adalah buku dan artikel.
Informasi faktual itu singkat selalu menjawab pertanyaan spesifik dengan jawaban yang tidak terbantahkan . Sumber informasi faktual itu berupa ensiklopedia, statistik atau almanak. Sementara informasi analitik menganalisis dan menerjemahkan fakta dari suatu pendapat atau kesimpulan. Pertanyaan yang dijawab dengan informasi adalah mengapa, atau bagaimana. Contoh-contoh sumber informai analitik adalah buku dan artikel.
Dalam sebuah artikel penelitian kita selalu menyajikan diskusi analitik
dan penafsiran dari topik, atau temuan-temuan penelitian yang dilakukan.
Sudah barang tentu didukung dengan argumen atau bukti dengan memaparkan
fakta-fakta untuk mendukung penafsiran kita.
b. Objektif vs subjektif
Informasi objektif bisa tentang berbagai hal dan dimaksudkan untuk tidak memihak, seperti halnya tulisan seorang wartawan yang melaporkan fakta suatu kejadian tanpa memihak. Menurut catatan Doyle dan Iland (2004) perihal yang objektif itu bisa diamati (observable), dapat dilihat, didengar, dicium, dicecap dan diraba atau dengan kata lain bisa dirasakan melalui panca-indera. Informasi yang objektif selalu bermakna sama walaupun disampaikan oleh pelapor yang berbeda. Informasi objektif mendekati kebenaran sehingga dapat membantu kita membuat keputusan. Ensiklopedia, dan sumber referensi lainnya memuat menyediakan informasi yang objektif.
Informasi objektif bisa tentang berbagai hal dan dimaksudkan untuk tidak memihak, seperti halnya tulisan seorang wartawan yang melaporkan fakta suatu kejadian tanpa memihak. Menurut catatan Doyle dan Iland (2004) perihal yang objektif itu bisa diamati (observable), dapat dilihat, didengar, dicium, dicecap dan diraba atau dengan kata lain bisa dirasakan melalui panca-indera. Informasi yang objektif selalu bermakna sama walaupun disampaikan oleh pelapor yang berbeda. Informasi objektif mendekati kebenaran sehingga dapat membantu kita membuat keputusan. Ensiklopedia, dan sumber referensi lainnya memuat menyediakan informasi yang objektif.
Selanjutnya Doyle dan Iland mencatat bahwa informasi subjektif itu
terdapat pada pendapat seseorang, asumsi, kepercayaan, gunjingan,
kecurigaan, bukan kebenaran dan kadang-kadang salah sekali dan jika
digunakan untuk membuat keputusan akan merusak. Dalam kehidupan
sehari-hari kita bisa melihat editorial surat kabar, dan ini merupakan
contoh tulisan analitis yang subjektif. Bisa jadi didasarkan fakta,
ditafsirkan menurut pandangan penulis atas nama berdasarkan misi surat
kabar.
c. Informasi terkini dan informasi historis
Ciri lain informasi untuk dipertimbangkan dalam memilih sumber adalah apakah informasi itu historis atau terkini. Banyak orang tidak melihat tanggal penerbitan atau waktu situs web diperbarui terakhir kali. Kebutuhan informasi terbaru atau histors bergantung pada topik atau kebutuhan informasi kita, namun demikian, tanggal bisa menjadi sangat penting. Andaikan kita mengulas perlakuan kanker seviks, informasi mutakhir akan menjadi amat penting. Jika kita harus memberikan informasi perlakuan kanker pada tahun 1960-an, kemungkinan pemustaka kita memerlukan informasi historis.
Ciri lain informasi untuk dipertimbangkan dalam memilih sumber adalah apakah informasi itu historis atau terkini. Banyak orang tidak melihat tanggal penerbitan atau waktu situs web diperbarui terakhir kali. Kebutuhan informasi terbaru atau histors bergantung pada topik atau kebutuhan informasi kita, namun demikian, tanggal bisa menjadi sangat penting. Andaikan kita mengulas perlakuan kanker seviks, informasi mutakhir akan menjadi amat penting. Jika kita harus memberikan informasi perlakuan kanker pada tahun 1960-an, kemungkinan pemustaka kita memerlukan informasi historis.
Memang sumber-sumber historis dan terkini sering digunakan untuk kajian
rinci dari sebuah topik. Sebaiknya pustakawan melihat tanggal terbit dan
kritis apakah pemustaka butuh informasi terkini, informasi historis
atau keduanya. Kemungkinan subjek Sains sangat memerlukan informasi
terkini, atau pemustaka dari bidang ilmu sosial informasi
terkini dan historis sering dilihat. Sumber-sumber ini kebanyakan
menggunakan informasi terkini: Surat kabar harian, atau mingguan,
berkala bulanan, triwulan, atau tahunan; situs web yang publikasinya
berlanjut; organisasi sering memperbarui situs web mereka.
Jika pustakawan ingin memberikan pemustaka pandangan umum tentang sebuah
topik dan waktu terbit bukan menjadi hal penting, bisa mengambilkannya
dari ensiklopedia yang sifatnya lebih umum atau spesifik dalam subjek
tertentu. Jika pemustaka menginginkan informasi historis untuk
melengkapi latar belakang topik yang mereka bahas, ajaklah mereka untuk
melihat katalog, judul jurnal, dokumen pemerintah, bentuk mikro, audio
atau video dalam periode yang lampau.
d. Ilmiah versus Populer
Beberapa sumber bersifat ilmiah atau akademis, sumber yang lain dapat berupa pemikiran seperti populer (minat umum). Pemustaka sering kali meminta kita untuk membantu menemukan informasi ilmiah, dan tabel berikut ini adalah salah satu cara untuk mengenalinya:
Banyak
jenis terbitan baik ilmiah maupun populer, termasuk buku. Dalam
beberapa hal judul buku dapat memberikan petunjuk. Akan tetapi sering
kali kita salah duga, karena judulnya seakan-akan populer akan tetapi
berisi informasi ilmiah atau sebaliknya. Buku populer ditulis untuk
masyarakat umum. Seringkali tujuannya untuk membesar-besarkan kejadian
atau issue. Sementara buku ilmiah selalu mempunyai pembaca akademikus.
Tujuannya untuk mendidik, memberi informasi dan memajukan pengetahuan
dalam sauatu disiplin ilmu.Beberapa sumber bersifat ilmiah atau akademis, sumber yang lain dapat berupa pemikiran seperti populer (minat umum). Pemustaka sering kali meminta kita untuk membantu menemukan informasi ilmiah, dan tabel berikut ini adalah salah satu cara untuk mengenalinya:
Parameter yang sama bisa juga untuk menengarai sebuah jurnal itu
bersifat Ilmiah atau populer. Perbedaan dan persamaan jurnal Ilmiah
versus Populer yang dilihat dari tujuan penerbitan dan maanfaat yang
diharapkan, khalayak pembaca mereka, para penulis dan bentuk artikel
yang mereka susun. Jurnal Ilmiah itu mudah ditengarai, bentuknya
sederhana tanpa warna warni. Kebanyakan miskin advertensi, sebab
pembacanya sangat terseleksi yakni ilmuwan seprofesi. Artikel ditulis
oleh pengarang spesialis keilmuan, pantang memakai nama samaran, dan
selalu mencantumkan organisasi tempat mereka berafiliasi. Maksudnya agar
mudah dihubungi pembaca melalui telepon maupun surat keong dan
elektronik. Siapa tahu ada pembaca ingin menanggapi, atau
berkonsultasi.
e. Informasi primer versus sekunder
Ciri penting jenis informasi adalah apakah mereka itu sekunder atau primer. Masing-masing disiplin ilmu mempunyai literatur primer dan sekonder masing-masing. Jika pustakawan membantu orang melakukan riset, dia akan mencari sumber informasi yang bermacam-macam bisa primer, sekunder, atau tertier. Jenis informasi primer itu bermacam macam bergantung pada disiplin keilmuan dan bagaimana kita menggunakan bahan itu. Misalnya sebuah artikel di majalah yang melaporkan pengurangan konsumsi energi dengan menggunakan lampu neon compact, mungkin sumber sekunder, sedangkan artikel riset tentang neon jenis ini adalah sumber primer. Namun jika kita mengkaji bagaimana lampu neon disajikan di media populer, artikel itu dianggap sebagai sumber primer.
Dengan kata lain, sumber primer itu orisinil. Sumber dari suatu masa tertentu yang tidak disaring dengan penasiran atau evaluasi. Sumber ini selalu muncul sebagai dokumen tercetak atau elektronik, berisi pemikiran orisinal, laporan tentang penemuan, atau informasi baru. Batasan ini bergantung pada disiplin ilmu atau konteksnya. Beberapa contoh diantaranya, akte kelahiran, surat nikah, artefak seperti uang logam, spesimen tanaman, fosil, lukisan, patung, surat, email.
Ciri penting jenis informasi adalah apakah mereka itu sekunder atau primer. Masing-masing disiplin ilmu mempunyai literatur primer dan sekonder masing-masing. Jika pustakawan membantu orang melakukan riset, dia akan mencari sumber informasi yang bermacam-macam bisa primer, sekunder, atau tertier. Jenis informasi primer itu bermacam macam bergantung pada disiplin keilmuan dan bagaimana kita menggunakan bahan itu. Misalnya sebuah artikel di majalah yang melaporkan pengurangan konsumsi energi dengan menggunakan lampu neon compact, mungkin sumber sekunder, sedangkan artikel riset tentang neon jenis ini adalah sumber primer. Namun jika kita mengkaji bagaimana lampu neon disajikan di media populer, artikel itu dianggap sebagai sumber primer.
Dengan kata lain, sumber primer itu orisinil. Sumber dari suatu masa tertentu yang tidak disaring dengan penasiran atau evaluasi. Sumber ini selalu muncul sebagai dokumen tercetak atau elektronik, berisi pemikiran orisinal, laporan tentang penemuan, atau informasi baru. Batasan ini bergantung pada disiplin ilmu atau konteksnya. Beberapa contoh diantaranya, akte kelahiran, surat nikah, artefak seperti uang logam, spesimen tanaman, fosil, lukisan, patung, surat, email.
Sumber sekunder agak sulit untuk diidentifikasi, dibanding sumber
primer. Pada umumnya sumber ini berupa laporan tertulis setelah adanya
fakta dan manfaatnya, berupa tafsiran dari sumber primer. Sumber
sekunder bukanlah bukti, melainkan komentar dan diskusi tentang bukti.
Namun demikian, apa yang telah didefinisikan sumber sekunder, orang lain
menganggapnya sebagai suber tersier. Sekali lagi, bergantung konteks.
Contohnya adalah bibliografi (juga dianggap sebagai sumber tersier),
karya biografi, komentar, kritik, kamus dan ensiklopedia juga dianggap
tersier.
Sumber tersier berisi informasi hasil pemanfaatan dan pengumpulan sumber
primer dan sekunder. Misalnya Almanak, bibliografi, direktori, buku
panduan, indeks, akbstrak, buku ajar, dsb. Sumber-sumber tersebut di
atas, perlu kita lihat untuk merumuskan sebuah pertanyaan riset dalam
karya tulis ilmiah.
II. Format Informasi
Informasi tersedia dalam berbagai bentuk, tidak hanya tercetak pada kertas seperti buku, jurnal, majalah, atau koran saja, akan tetapi bisa juga dalam bentuk mikro, seperti mikrofilm, microfiche. Informasi juga tersedia dalam bentuk elektronik yang disebarluaskan melalui internet. Namun semua informasi dalam berbagai bentuk ini telah melalui siklus informasi, atau berada dalam sebuah perjalanan waktu yang diproses oleh media. Misalnya, sebuah cerita (atau kejadian) berlangsung melalui beberapa tahap yang semuanya itu melibatkan media; pertama disiarkan oleh televisi dan radio, surat kabar, majalah, jurnal ilmiah dan akhirnya menjadi buku.
Informasi tersedia dalam berbagai bentuk, tidak hanya tercetak pada kertas seperti buku, jurnal, majalah, atau koran saja, akan tetapi bisa juga dalam bentuk mikro, seperti mikrofilm, microfiche. Informasi juga tersedia dalam bentuk elektronik yang disebarluaskan melalui internet. Namun semua informasi dalam berbagai bentuk ini telah melalui siklus informasi, atau berada dalam sebuah perjalanan waktu yang diproses oleh media. Misalnya, sebuah cerita (atau kejadian) berlangsung melalui beberapa tahap yang semuanya itu melibatkan media; pertama disiarkan oleh televisi dan radio, surat kabar, majalah, jurnal ilmiah dan akhirnya menjadi buku.
Sebelum memulai penelusuran, sebaiknya kita mengetahui bagaimana
informasi itu dibuat, berasal dari mana dan bagaimana perubahannya dari
waktu ke waktu. Siklus informasi adalah perjalanan peliputan media dalam
kejadian penting. Dalam konteks kemas ulang informasi, akan membantu
kita untuk lebih bisa memahami informasi yang tersedia untuk topik yang
kita kerjakan, dan mengevaluasi sumber informasi yang lebih baik yang
memuat topik tersebut. Saat ini format yang paling kita kenal adalah
tercetak dan elektronik.
a. Bahan Tercetak
Buku (jilid komersial maupun artistik), jurnal, majalah populer, koran, dokumen pemerintah, peta dan atlas adalah contoh bahan tercetak. Seperti yang telah kita kenal bahan tercetak mudak digantikan dengan bentuk elektonik karena lebih mudah diakses tersedia melalui komputer dan mudah digandakan.
Buku (jilid komersial maupun artistik), jurnal, majalah populer, koran, dokumen pemerintah, peta dan atlas adalah contoh bahan tercetak. Seperti yang telah kita kenal bahan tercetak mudak digantikan dengan bentuk elektonik karena lebih mudah diakses tersedia melalui komputer dan mudah digandakan.
b. Bahan Elektronik (digital)
Contohnya adalah E-book, E-journals, Situs Web, Pangkalan data yang memerlukan komputer atau peralatan khusus untuk melihatnya. Penyimpanan dokumen digital selalu dalam server yang bisa diakses melalui Internet atau jaringan lokal.
Contohnya adalah E-book, E-journals, Situs Web, Pangkalan data yang memerlukan komputer atau peralatan khusus untuk melihatnya. Penyimpanan dokumen digital selalu dalam server yang bisa diakses melalui Internet atau jaringan lokal.
c. Bentuk Mikro
Mikrofilm, mikrofiche, microcard, dan ultracard adalah jenis bentuk mikro. Mikroform selalu berasal dari bentuk cetak yang difoto dalam ukurang kecil dan dapat dilihat dengan alat baca khusus (microreader). Proses ini digunakan untuk koran dan majalah karena bentuk mikro memerlukan halaman lebih kecil, dibanding tercetak. Hal ini juga digunakan untuk bahan historis, Saat ini digitalisasi sedang berlangsung dan menggantinkan proses mikrofilm.
Mikrofilm, mikrofiche, microcard, dan ultracard adalah jenis bentuk mikro. Mikroform selalu berasal dari bentuk cetak yang difoto dalam ukurang kecil dan dapat dilihat dengan alat baca khusus (microreader). Proses ini digunakan untuk koran dan majalah karena bentuk mikro memerlukan halaman lebih kecil, dibanding tercetak. Hal ini juga digunakan untuk bahan historis, Saat ini digitalisasi sedang berlangsung dan menggantinkan proses mikrofilm.
d. Audio/Video
Jenis ini bisa berupa analog atau digital dalam format khusus. Misalnya CD Musik, rekaman fonografi, DVD, VHS tape, pita reel to reel, kaset.
Jenis ini bisa berupa analog atau digital dalam format khusus. Misalnya CD Musik, rekaman fonografi, DVD, VHS tape, pita reel to reel, kaset.
e. Still Image/Arts
Foto, lukisan dan format artistik lainnya yang memerlukan penangan khusus. Ketika kita mengidentifikasi sumber informasi, penting untuk mencatat format. Jika berbentuk digital, kita mungkin mempunyai akses yang lebih mudah daripada jika menggunakan bentuk mikro dan hanya tersedia ketika perpustakaan buka.
Ini tidak berarti kita tidak harus melihat item di web. Berarti kita perlu membicarakan untuk membuat format item itu kurang aksesibel. Ini mungkin menjadi sumber yang sangat berharga.
Foto, lukisan dan format artistik lainnya yang memerlukan penangan khusus. Ketika kita mengidentifikasi sumber informasi, penting untuk mencatat format. Jika berbentuk digital, kita mungkin mempunyai akses yang lebih mudah daripada jika menggunakan bentuk mikro dan hanya tersedia ketika perpustakaan buka.
Ini tidak berarti kita tidak harus melihat item di web. Berarti kita perlu membicarakan untuk membuat format item itu kurang aksesibel. Ini mungkin menjadi sumber yang sangat berharga.
III. Siklus Informasi
Perpustakan menyimpan berbagai bentuk informasi, seperti yang telah dijabarkan di atas. Dengan mengetahui siklus informasi kita untuk lebih memahami informasi yang tersedia, sekaligus dapat mengevaluasi sumber informasi yang cocok untuk membuat kemas ulang informasi.
Perpustakan menyimpan berbagai bentuk informasi, seperti yang telah dijabarkan di atas. Dengan mengetahui siklus informasi kita untuk lebih memahami informasi yang tersedia, sekaligus dapat mengevaluasi sumber informasi yang cocok untuk membuat kemas ulang informasi.
Dalam hal ini perlu kita ingat bahwa siklus untuk informasi ilmiah
berbeda dengan sebuah kejadian, kedua jenis ini bisa saling tukar tindih
atau berkaitan satu sama lain, sehingga siklus inormasi ini hanyalah
merupakan panduan.
Berdasarkan asalnya, siklus informasi dikategorikan menjadi dua, yakni:
a. Gagasan
Informasi yang berasal dari gagasan seorang sarjana sastra yang ingin mengetahui dampak teknologi modern terhadap kreativitas penulisan. Kemungkinan adalah sebagai berikut:
a. Gagasan
Informasi yang berasal dari gagasan seorang sarjana sastra yang ingin mengetahui dampak teknologi modern terhadap kreativitas penulisan. Kemungkinan adalah sebagai berikut:
Pada tahapan pertama adalah informasi
Sejawat Maya (Invisible college), informasi ini berupa Surel, Memo,
Pembicaraan, Data Laboratorium, seringkali berkaitan dengan bagaimana
sebuah gagasan di kalangan peneliti. Informasi diantara sejawat maya
sulit diakses, karena belum diterbitkan dan sering kali hanya tersedia
dalam kelompok kecil oleh karena itu disebut maya, tak tampak tetapi
ada.
Tahap berikutnya informasi yang sudah dalam bentuk laporan penelitian
dalam prosiding konferensi, makalah yang tidak diterbitkan, laporan
hibah, dan Surat kepada Redaksi atau letter to editors. Dalam
konferensi, seorang peneliti memaparkan temuan penelitian pada khalayak
dan seringkali untuk memperoleh masukan untuk perkembangan riset
selanjutnya. Jika sang peneliti mendapat dana hibah, mereka harus
menuliskan temuannya sebagai pertanggungjawaban terhadap pemberi dana.
Laporan-laporan ini pada umumnya diterbitkan dalam satu tahun, tetapi
tidak tersedia dalam sarana riset standar.
Tahap ketiga bisa berupa artikel jurnal dengan ruang lingkup yang lebih
dalam; deskripsi riset yang telah diselesaikan. Biasanya diterbitkan
dua tahun setelah penelitian berlangsung, bergantung mereka diterbitkan
dalam bentuk cetak atau elektronik. Dalam banyak hal, artikel jurnal
menggunakan pola dasar IMRAD, yakni Introduction, Methods, Results, and
Discussion. Artikel dan buku populer bisa juga muncul pada tahap ketiga
ini untuk melaporkan penelitian yang dilakukan pada masyarakat umum.
Tahap keempat adalah penerbitan buku-buku ilmiah dan buku ajar, dalam
subjek tunggal atau interdisipliner, bisa berbentuk kompilasi dari
berbagai pandangan yang merujuk pada penelitian orisinal. Penerbitan
buku biasanya berlangsung setahun atau lebih setelah artikel jurnal
muncul.
Tahap terakhir atau tahap kelima adalah terbitnya buku-buku referensi
(Ensiklopedia, Buku Panduan, dls) yang menempatkan temuan-temuan
penelitian pada dari semua pengetahuan dan topik dan mungkin tidak mucul
dalam satu atau dua tahun dari terbitan buku.
b. Kejadian atau peristiwa
Ketika sebuah peristiwa terjadi seperti kejadian Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Sebuah siklus informasi terjadi. Kita memperoleh informasi pertama kali mungkin dari berita Radio, Televisi, atau mungkin dari berita internet. Jika peristiwa itu tidak monumental, siklus mungkin akan berhenti di sini. Tetapi karena Tsunami itu berdampak sangat luas, maka siklus informasinya akan panjang.
Siklus Informasi: Tsunami Aceh
Ketika sebuah peristiwa terjadi seperti kejadian Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Sebuah siklus informasi terjadi. Kita memperoleh informasi pertama kali mungkin dari berita Radio, Televisi, atau mungkin dari berita internet. Jika peristiwa itu tidak monumental, siklus mungkin akan berhenti di sini. Tetapi karena Tsunami itu berdampak sangat luas, maka siklus informasinya akan panjang.
Siklus Informasi: Tsunami Aceh
i) Pada hari kejadian
Pada saat terjadi Tsunami pada tanggal 24 Desember 2004, informasi kejadian ini ditulis oleh pelapor dan disajikan melalui pesan singkat, radio komunikasi, acara siaran berita radio, dan situs berita Internet. Media jenis ini dipandang sebagai media paling cepat, hanya saja informasi yang disajikan tidak rinci, hanya menginformasikan apa, siapa, kapan dan dimana Tsunami itu terjadi. Bisa terjadi informasinya tidak akurat, karena bencana masih berlangsung. Informasi ditujukan untuk masyarakat umum.
Pada saat terjadi Tsunami pada tanggal 24 Desember 2004, informasi kejadian ini ditulis oleh pelapor dan disajikan melalui pesan singkat, radio komunikasi, acara siaran berita radio, dan situs berita Internet. Media jenis ini dipandang sebagai media paling cepat, hanya saja informasi yang disajikan tidak rinci, hanya menginformasikan apa, siapa, kapan dan dimana Tsunami itu terjadi. Bisa terjadi informasinya tidak akurat, karena bencana masih berlangsung. Informasi ditujukan untuk masyarakat umum.
ii) Dua tiga hari setelah kejadian
Beberapa saat atau dua tiga hari kemudian, informasi Tsunami ini tersedia di radio, televisi, koran dan internet. Informasi yang disajikan lebih panjang dari artikel sebelumya mencakup kronologi kejadian dan menjelaskan apa yang terjadi. Sifat Informasi lebih faktual dan menyajikan investigasi terhadap kejadian. Sering kali mengutip pernyataan pejabat pemerintah dan penduduk setempat dan ahli. Bisa juga disertai statistik, foto, dan editorial. Informasi yang ditulis oleh wartawan ini ditujukan khalayak umum.
Beberapa saat atau dua tiga hari kemudian, informasi Tsunami ini tersedia di radio, televisi, koran dan internet. Informasi yang disajikan lebih panjang dari artikel sebelumya mencakup kronologi kejadian dan menjelaskan apa yang terjadi. Sifat Informasi lebih faktual dan menyajikan investigasi terhadap kejadian. Sering kali mengutip pernyataan pejabat pemerintah dan penduduk setempat dan ahli. Bisa juga disertai statistik, foto, dan editorial. Informasi yang ditulis oleh wartawan ini ditujukan khalayak umum.
iii) Dua tiga minggu setelah kejadian
Dalam dua tiga minggu berikutnya, topik tsunami merambah ke majalah populer. Informasi muncul dalam bentuk artikel panjang di majalah mingguan. Artikel ini mengenai dampak kejadian itu terhadap nmasyarakat, budaya, dan kebijakan publik, termasuk analisis kejadian secara rinci, wawancara, juga opini. Sering disertai pandangan dari kelompok atau ditujukan pada kelompok pembaca tertentu. Bisa jadi fakta, informasi yang dimuat tidak objektif. Ditulis oleh berbagai penulis dari wartawan profesional, penulis essay, sampai komentar ilmuwan atau para ahli dalam bidangnya. Artikel semacam ini diperuntukkan khalayak umum atau kelompok non profesional.
Dalam dua tiga minggu berikutnya, topik tsunami merambah ke majalah populer. Informasi muncul dalam bentuk artikel panjang di majalah mingguan. Artikel ini mengenai dampak kejadian itu terhadap nmasyarakat, budaya, dan kebijakan publik, termasuk analisis kejadian secara rinci, wawancara, juga opini. Sering disertai pandangan dari kelompok atau ditujukan pada kelompok pembaca tertentu. Bisa jadi fakta, informasi yang dimuat tidak objektif. Ditulis oleh berbagai penulis dari wartawan profesional, penulis essay, sampai komentar ilmuwan atau para ahli dalam bidangnya. Artikel semacam ini diperuntukkan khalayak umum atau kelompok non profesional.
iv) Enam bulan sampai setahun setelah kejadian
Pada bulan-bulan berikutnya, para sarjana, pakar, dan peneliti mulai menerbitkan artikel tentang tsunami dalam jurnal akademik. Jurnal ilmiah ini memuat analisis secara rinci, laporan riset, dan komentar-komentar ilmiah terkait dengan kejadian. Informasi yang dimuat dalam jurnal seringkali bersifat teoritis, menganalisis secara cermat dampak tsunami, masyarakat yang tertimpa musibah, kebudayaan, dan kebijakan publik. Artikel yang dimuat dalam publikasi semacam ini dinilai oleh mitra bestari, dan proses keredaksiannya menjamin kredibilitas dan kesahihan informasi.
Pada bulan-bulan berikutnya, para sarjana, pakar, dan peneliti mulai menerbitkan artikel tentang tsunami dalam jurnal akademik. Jurnal ilmiah ini memuat analisis secara rinci, laporan riset, dan komentar-komentar ilmiah terkait dengan kejadian. Informasi yang dimuat dalam jurnal seringkali bersifat teoritis, menganalisis secara cermat dampak tsunami, masyarakat yang tertimpa musibah, kebudayaan, dan kebijakan publik. Artikel yang dimuat dalam publikasi semacam ini dinilai oleh mitra bestari, dan proses keredaksiannya menjamin kredibilitas dan kesahihan informasi.
Informasi di dalamnya berupa analisis rinci, laporan, laporan riset
empiris, dan komentar ilmiah terkait dengan kejadian.Sering kali
bersifat teoritis, menganalisis secara cermat dampak tsunami,
masyarakat, kebudayaan, dan kebijakan publik.Topik yang disajikan sering
kali sempit. Ditulis dengan bahasa teknik. Memasukkan bibliografi secara
rinci.Tulisan ditujukan untuk sarjana, ilmuwan, profesional lain juga
para mahasiswa dalam bidangnya.
v) Setahun sampai beberapa tahunan setelah kejadian
Pada beberapa tahun kemudian, para ahli, peneliti, dan sarjana menerbitkan buku dan pihak pemerintah menerbitkannya dalam laporan. Disusul dengan munculnya terbitan referensi seperti seperti ensiklopedia dan buku teks.
Pada beberapa tahun kemudian, para ahli, peneliti, dan sarjana menerbitkan buku dan pihak pemerintah menerbitkannya dalam laporan. Disusul dengan munculnya terbitan referensi seperti seperti ensiklopedia dan buku teks.
Buku akan menyajikan ulasan mendalam tentang tsunami, seringkali temanya
berkembang, rinci, subjek dan analisis bermula dari riset ilmiah dan
jurnal yang dipublikasikan. Menempatkan kejadian kedalam semacam konteks
sejarah. Dapat menyediakan pandangan luas tentang tsunami. Bisa
merupakan analisis ilmiah yang mendalam. Bisa jadi berpihak, sangat tergantung pada
pengarang. Menyertakan bibliografi.
Dengan mengetahui siklus informasi, seseorang akan lebih mudah untuk
mencari informasi dalam topik tertentu, jika dia mengetahui bagaimana
informasi itu diterbitkan sebelum menyatu menjadi subjek. Siklus
informasi mencakup penciptaan (creation), penyimpanan (penyimpanan),
penyebaran (distribusi) dan penggunaan akhir iniformasi. Siklus
informasi mempunyai struktur formal dan hubungan antara
penulis/pengarang, penerbit dan perpustakaan.
Siklus informasi merupakan model visual dari produksi informasi,
distribusi, penggunaan dan penyimpanan dalam suatu disiplin ilmu.
Masing-masing disiplin mempunyai versi unik dari model ini. Dalam
menjabarkan kegiatan penelitian, sumber informasi dibuat dan digunakan
oleh ilmuwan yang terlibat dalam kegiatan ini – dari informal, karya tak
diterbitkan melalui summary dan literature review – dan perangkat arsip
digunakan untuk menyimpan dan menelusur informasi, mahasiswa memerlukan
kesadaran penuh tentang struktur dan alur informasi disiplin yang
dianutnya. Kemampuan untuk membuat hubungan antara sumber arsip dan
kegiatan penelitian meningkat kemampuan untuk berfikir secara kritis.
Kemampuan untuk menghubungkan antara sumber arsip dan kegiatan
penelitian meningkatkan kemampuan untuk berfikir kritis dan memecahkan
masalah dalam keadaan yang tidak jelas.
Perihal yang menarik dalam kasus ini adalah bahwa siklus ini tidak
berubah sehubungan dengan teknologi. Prosesnya memang telah banyak
berubah, kreasi menjadi sangat sederhana seperti podcast atau Blog Post.
Disseminasi dan proses penilaian mitra bestari terjadi melalui metoda
“crowd sourching’ seperti digg links, rating di Amazon, komentar pada
Diigo dan berbagi sumber melalui artikel jurnal online/open
akses/blogs/video/podcast/Second life uilds, dll. Penciptaan kembali
apabila sumber-sumber itu diperbolehkan digandakan. Semuanya terjadi
melalui mashups dan pengiriman ulang konten di berbagai media dan
bahasa.
Saat ini informasi bisa jadi sifat informasi telah berubah menjadi
partisipatif, demokratif, dan dengan mudah diciptakan kembali. Inilah
yang membuat pustakawan perlu memikirkan model pelayanan baru. Dalam
situasi seperti ini para pustakawan perlu mengubah focus pelayanan
mereka, tidak hanya sebagai intermediary (penghubung) antara pemustaka
dan sumber informasi, melainkan menjadi penyedia informasi, atau
pengetahuan baru, antara lain dengan memberikan pelayanan kemas ulang
informasi. Pelayanan jenis ini, telah dilakukan para pustakawan
Indonesia, khususnya para pustakawan di perpustakaan khusus, sejak
beberapa dasa warsa yang lalu dalam bentuk poster, leaflets, bibliografi
beranotasi.
Kemas ulang informasi bukanlah hal baru, akan tetapi
perubahan dalam teknologi mempercepat proses kegiatan ini, memungkinkan
munculnya pelayanan yang lebih baik.
Rujukan
Borrero, J.C (2005) Field Survey of Northern Sumatra and Banda Aceh, Indonesia after the Tsunami and Earthquake of 26 December 2004 Seismological Research Letters; May/June 2005; v. 76; no. 3; p. 312-320; DOI: 10.1785/gssrl.76.3.312
© 2005 Seismological Society of America
Borrero, J.C (2005) Field Survey of Northern Sumatra and Banda Aceh, Indonesia after the Tsunami and Earthquake of 26 December 2004 Seismological Research Letters; May/June 2005; v. 76; no. 3; p. 312-320; DOI: 10.1785/gssrl.76.3.312
© 2005 Seismological Society of America
Doyle, BT., and Iland, D (2004) Objective vs Subjective available at
http://www.asdatoz.com/Documents/Website-%20Objective%20vs%20subjective%20ltr.pdf
Orr, G (2003) Diffusion of Innovations, March 18 available at
http://www.stanford.edu/class/symbsys205/Diffusion%20of%20Innovations.htm
Sumber: http://rosawidyawan.wordpress.com